TANTANGAN KEEKONOMIAN KONTRAK BAGI HASIL GROSS SPLIT DAN COST RECOVERY. STUDI KASUS LAPANGAN GAS OFFSHORE DI SUMATERA BAGIAN UTARA
Abstract
Pengusahaan minyak dan gas (migas) di Indonesia menggunakan Production Sharing Contract (PSC) dengan skema
Cost Recovery sejak tahun 1966 sampai akhir Desember 2016 diberlakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 79 tahun 2010 yang bertujuan agar sumber daya migas kepemilikannya tetap dikuasai oleh negara. Pada
tanggal 16 januari 2017 Kementrian ESDM melalui Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2017 melakukan
perubahan P S C d a r i Cost Recovery menjadi Gross Split untuk mengefisienkan anggaran belanja Kontraktor.
Pada skema cost recovery bagi hasil minyak antara Pemerintah dan Kontraktor adalah 85%:15% sedangkan untuk gas
adalah 70%:30%. Khusus untuk Pertamina sebagai Perusahaan Migas Nasional, diberikan bagi hasil minyak dan
gas dengan perbandingan 60%:40%. Bagi hasil tersebut merupakan bagi hasil bersih setelah dikurangi biaya-biaya
yang dikeluarkan oleh Kontraktor. Pada skema Gross Split bagi hasil antara Pemerintah dan Kontraktor adalah
57%:43% (base split) untuk produksi minyak. Untuk produksi gas adalah 52%:48% dengan Pemerintah tidak
menanggung biaya-biaya yang diperlukan untuk produksi migas.